Hukum Melanjutkan Shalat Saat Gempa



Tanya:

Ustadz, ada video viral jamaah tetap melanjutkan shalat saat gempa di Lombok. Apakah melanjutkan shalat ataukah menyelamatkan diri? (Wahyudi Al Maroky)

Jawab:

   Para ulama telah membahas persoalan semacam ini dalam bab yang dinamakan Qath'us Shalat (memutuskan shalat), yakni membatalkan shalat yang sedang dilakukan. Secara garis besar, hukumnya dapat dirinci sbb:

   Pertama, jika shalat yang sedang dilakukan itu adalah shalat sunnah (nafilah), misalnya shalat rawatib, shalat Dhuha, dan yang semisalnya, maka tidak ada masalah memutuskan shalat yang sedang dilakukan.

   Kedua, jika shalat yang sedang dilakukan itu adalah shalat wajib, seperti shalat isya' dan shalat jenazah, maka hukum asalnya haram memutuskan shalat yang sedang dilakukan, kecuali terdapat udzur syar'i (alasan yang dibenarkan syariah), yaitu kondisi darurat.
   Dalil haramnya memutuskan shalat wajib yang sedang dilakukan tanpa udzur syar'i adalah keumuman firman Allah SWT (yang artinya), "Janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu." (QS. Muhammad [47]: 33).
   Adapun jika terdapat udzur syar'i, yaitu kondisi darurat, maka boleh hukumnya memutuskan shalat wajib yang sedang dilakukan. Contoh: menolong orang buta yang berjalan ke arah sumur, menolong orang yang tenggelam di sungai, menolong orang yang rumahnya kebakaran, menolong korban kecelakaan yang terjadi di dekat tempat shalat, dan sebagainya. Dalam kondisi-kondisi seperti ini, boleh hukumnya seseorang yang sedang melaksanakan shalat wajib untuk membatalkan shalatnya, kemudian memberikan pertolongan, dan setelah itu mengulang lagi shalatnya sejak awal.
   Jika kondisi yang ada sekedar menunjukkan adanya haajat (kebutuhan) tetapi tidak sampai kondisi darurat, maka hukumnya tetap haram memutuskan shalat. Misalnya ada panggilan telpon yang masuk, ada suara tamu yang mengucapkan salam, atau ada suara ketukan di pintu, dan yang semisalnya. Kondisi-kondisi ini tidak termasuk kondisi darurat sehingga haram hukumnya orang yang sedang shalat membatalkan shalatnya. Yang boleh dilakukan adalah memberi isyarat untuk memberi tahu bahwa kita sedang melakukan shalat. Misalnya dengan mengeraskan bacaamm takbir (Allahu akbar) atau bacaan tasbih (subhaana rabbiyal a'la) oleh orang yang sedanmg shalat hingga didengar oleh tamu tersebut, atau melangkah ke arah pintu dan membukakan pintu dengan syarat tidak berpaling dari arah kiblat.
   Pengertian darurat menurut Imam Suyuthi adalah sampainya seseorang pada batas ketika dia tidak melakukan yang dilarang, dia akan binasa (mati) atau mendekati binasa (seperti cacat permanen semisal buta, lumpuh, dsb). (Imam Suyuthi, Al Asybah wa An Nazha'ir, hlm 61). Dalam makna yang sama darurat menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani adalah kondisi keterpaksaan yang sangat dikhawatirkan dapat menimbulkan kematian (al idhthiraar al mulji' alladzy yukhsya minhu al halaak). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz III, hlm 483).
   Berdasarkan penjelasan di atas, terhadap video yang viral tersebut, hukumnya boleh memutuskan shalat yang sedang dilakukan, karena terdapat kondisi darurat, yaitu gempa bumi yang dikhwatirkan dapat meruntuhkan atap masjid sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Kaidah fiqh menyebutkan : al dharuuratu tubiihul mahzuuraat (konidisi darurat membolehkan yang diharamkan). Bahkan memutuskan shalat itu hukumnya bukan sekadar boleh tapi dapat menjadi wajib jika gempanya sangat kuat sehingga diduga kuat akan mengancam jiwa. Kaidah fiqih menyebutkan: al dhararu yuzaalu (segala macam kondisi bahaya wajib untuk dihilangkan). Wallahua'lam.



Tulisan dikutip dari Tabloid Media Umat, Edisi 224 (28 Dzulqaidah-11 Dzulhijjah 1439 H/ 10-23 Agustus 2018) hal 26
Diasuh oleh : Ust M Shiddiq Al Jawi


Sekian tulisan kali ini, semoga bermanfaat, subscribe and share yah :D

Comments

Popular posts from this blog

Cara Membaca Kode Warna Resistor

Cara Membaca Resistor dengan Kode Angka

Hukum Hewan Percobaan, Ust. Shiddiq Al Jawi