Kisah Umar dan Ibnu Abbas

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhl-G9IQNdRs6wAc8wFL4rwTLCKPpHidfG8vQbgcKe0jZZMvQqt7spO4tkOaWi58ZGQXwX1Gr1aYVw84dzi-LlTbNTmdenGtUhpgOOyHCKdprHpcIeqBju9fO-KZnJImRDdjE96yKGnmFxP/s1600/p1.png 

Umar bin Khattab radhiallahu’anhu seorang sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam suatu hari pernah membawa Ibnu Abbas radhiallahuanhuma yang juga sahabat Rasulullah yang saat itu masih muda ke perkumpulan orang-orang tua yang pernah ikut perang Badar.

Orang-orang tua ini berkata kepada Umar, “Kenapa kau bawa anak kecil ini? Di rumah kita juga ada.”
Umar menjawab, “Ya, begitulah.”
Sampai satu saat Umar bin Khattab sengaja mengumpulkan orang-orang tua tersebut dan turut mengundang pula Ibnu Abbas. Umar bertanya kepada orang-orang tua tersebut, “Apa komentar kalian tentang ayat:




“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS An Nashr ayat 1-3)

Sebagian orang-orang tua itu menjawab, “Allah menyuruh kita untuk memuji dan minta ampun kepada-Nya ketika datang pertolongan Allah.” Sebagian lainnya diam saja.
Kemudian Umar bin Khattab bertanya kepada Ibnu Abbas, “Benar begitu Ibnu Abbas?”
Ibnu Abbas menjawab, “Tidak!”
Umar menyahut, “Lantas bagaimana?”
Ibnu Abbas menjawab, “Ayat itu adalah sinyalemen tentang dekatnya kematian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Allah memberitahunya dengan ayatnya, ‘Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, itu berarti penaklukan Mekkah dan itulah tanda ajalmu Muhammad, oleh karena itu “Bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampunan, sesungguhnya Dia Maha Menerima taubat.”
Umar mengatakan, “Nah, ini tafsir yang saya tahu.”
Beginilah seharusnya seorang pemuda, tetap menjaga kesantunan di depan para tetua meski memahami suatu ilmu. Tidak angkuh dan memamerkan ilmu kecuali dirasa perlu atau ditanya dan tentu dengan adab-adab yang tidak membuat para tetua merasa digurui atau direndahkan.
Semoga para tetua pun tidak membiasakan diri meremehkan anak muda, hanya karena usianya. Bukankah ilmu tidak diukur dari lamanya hidup? Melainkan dari kesungguhan belajar dan bimbingan Allah Ta’ala. []
Sumber : mozaik.inilah.com

Comments

Popular posts from this blog

Cara Membaca Kode Warna Resistor

Cara Membaca Resistor dengan Kode Angka

Hukum Hewan Percobaan, Ust. Shiddiq Al Jawi