CARA KHILAFAH MEMBERANTAS LGBT
Oleh : KH. Hafidz Abdurrahman
LGBT adalah singkatan dari lesbian, gey, biseks dan transgender. Lesbian adalah sebutan bagi perempuan yang mempunyai kecenderungan dan mencintai sesama perempuan. Gey adalah sebutan bagi laki-laki yang mempunyai kecenderungan dan mencintai sesama laki-laki. Bisek adalah sebutah bagi perempuan dan laki-laki yang mempunyai kecenderungan dan mencintai dua pasangan, sesama perempuan dan atau laki-laki. Sedangkan transgender adalah sebutan bagi perempuan atau laki-laki yang menampilkan diri dengan sosok yang berbeda dengan gendernya.
LGBT Bukan Fitrah
Dengan tegas Allah menyatakan, fitrah manusia diciptakan dengan dua jenis, laki [dzakar] dan perempuan [untsa] [Q.s. al-Hujurat: 13]. Allah pun memberikan kepada masing-masing syahwat kepada lawan jenisnya [Q.s. Ali ‘Imran: 14]. Karena itu, Allah menetapkan, bahwa mereka dijadikan hidup berpasangan dengan sesama manusia, pria dengan wanita. Tujuannya, agar nalurinya terpenuhi, sehingga hidupnya sakinah, mawaddah wa rahmah [QS. ar-Rum: 21]. Dari pasangan ini, kemudian lahir keturunan yang banyak, sehingga eksistensi manusia tidak punah [Q.s. an-Nisa’: 1].
Itulah mengapa Allah menjadikan perempuan sebagai ladang bagi pria, agar bisa ditanami, sehingga tumbuh subur dari rahimnya, dan melahirkan keturunan [Q.s. al-Baqarah: 223]. Itulah mengapa juga, Allah memerintahkan pria untuk menikahi wanita yang dicintainya [Q.s. an-Nisa’: 3]. Melarang berzina, apalagi menikah dengan sesama jenis. Karena itu, baik zina maupun sodomi, dan sejenisnya diharamkan dengan tegas. Pelakunya pun sama-sama dihukum dengan hukuman keras.
Itu artinya, LGBT ini bukan fitrah. Bukan takdir, bukan kudrat. Jika LGBT ini fitrah, takdir dan kudrat, tentu Allah tidak akan menghukum keras pelakunya. Jadi, LGBT ini adalah penyimpangan perilaku. Jika ada yang menyebut LGBT ini fitrah, kudrat atau takdir, maka sama saja dengan lancang menuduh Allah yang menciptakannya. Ini jelas tuduhan bohong, dan sikap kurang ajar kepada Allah SWT.
Akar Masalah dan Bahaya LGBT
Jika LGBT ini jelas bukan fitrah, tetapi penyimpangan, bahkan kemudian telah menjadi strategi negara penjajah untuk mempertahankan penjajahannya, lalu bagaimana cara mengatasinya?
Pertama, harus tahu akar masalahnya, mengapa ini ada? Kedua, bahayanya bagi individu, keluarga, masyarakat dan negara. Ketiga, baru bagaimana Khilafah menyelesaikannya?
Pertama, LGBT ini ada karena faktor ideologis. Ketika negara Barat, Kafir penjajah, mengadopsi teori TR Malthus, yang menyatakan, bahwa pertumbuhan jumlah penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan barang dan jasa mengikuti deret hitung. Selain jumlah pertambahan populasi dunia meningkat lebih cepat, kebutuhan manusia pun tak terbatas, sementara alat pemuasnya terbatas. Terlebih, di saat ekonomi tidak tumbuh. Untuk mengatasi itu, maka pertumbuhan penduduk di dunia harus dihentikan, atau setidaknya dikurangi, dengan menganjurkan LGBT. Reasoning-nya, kebutuhan seksualnya terpenuhi, tetapi tidak menambah populasi, karena dilampiaskan kepada sesama jenis.
Selain itu, juga faktor ketidakyakinan tentang rizki di tangan Allah. Tidak yakin, bahwa setiap yang melata di muka bumi sudah dijamin rizkinya oleh Allah SWT. Tidak yakin, bahwa rizki yang ada di tangan-Nya tidak pernah habis. Ditambah, ketimpangan distribusi barang dan jasa di tengah masyarakat, karena tidak diatur oleh sistem yang adil.
Kedua, LGBT bisa terjadi karena kesalahan pendidikan, baik di dalam maupun di luar rumah. Komunitas LGBT ini tidak sedikit yang diikuti orang Islam. Ini lebih disebabkan, karena kesalahan pendidikan, baik di dalam rumah, maupun di luar rumah.
Ketiga, LGBT juga bisa terjadi karena lingkungan, pergaulan, bacaan dan tontonan yang hadir di tengah-tengah masyarakat.
Ketiga faktor ini secara simultan menjadi pemicu lahir, tumbuh dan berkembangnya LGBT di dunia. Karena LGBT ini bukan fitrah, tetapi penyimpangan perilaku, maka LGBT ini justru membahayakan individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Bagi individu, perilaku menyimpang ini pasti membuatnya tidak tenang, apalagi bahagia. Bahkan, hidupnya selalu diliputi berbagai kecemasan dan kegelisahan, karena menyalahi fitrah. Ketakutan dan rasa khawatir akan kehilangan pasangan jauh lebih besar. Akibatnya, ketika ditinggalkan pasangannya, dendam dan tindakan nekat tak jarang dilakukan. Membunuh, mutilasi, menyodomi mayat, dan sebagainya adalah indikasi kerusakan mental penganut LGBT ini.
Mereka pun tak jarang terjangkiti virus HIV/AIDS, karena perilaku menyimpang mereka. Virus menular dan mematikan ini pun kemudian dibawa pulang, mengancam keluarga. Membuat keluarga menjadi tidak tenang, karena merasa was-was dan dalam ancaman virus menular dan mematikan ini. Selain itu, keberadaanya pun menjadi aib bagi keluarganya.
Bagi masyarakat dan negara, dengan mentalitas mereka yang lemah dan rusak, ditambah efek penyebaran virus LGBT secara massif, dengan dukungan individu, negara dan badan dunia, menyebabkan dampak kerusakan dan destruktifitasnya menjadi ancaman nyata bagi masyarakat dan negara. Bahkan, LGBT telah menjadi bagian dari penjajahan di dunia Islam itu sendiri.
Cara Khilafah Menyelesaikan LGBT
Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka penyelesaian LGBT ini harus menyeluruh dan sistemik. Negara Khilafah, sebagai negara Islam, yang menjadikan Islam sebagai ideologinya jelas tidak akan mentolelir LGBT. Faktor ideologis yang menjadi sebab lahirnya LGBT pun jelas tidak ada. Negara Khilafah, dengan akidah Islamnya, jelas memandang bonus demografi sebagai berkah dan kekuatan tersendiri.
Karena, Negara Khilafah dan rakyatnya meyakini, rizki di tangan Allah tidak terbatas [Q.s. an-Nahl: 96]. Allah pun telah menjamin rizki setiap makhluknya, hatta hewan melata yang tidak berakal, semuanya dijamin rizkinya [Q.s. Hud: 6]. Ini adalah janji Allah, dan janji-Nya pasti [Q.s. ad-Dzariyat: 23]. Selain itu, Islam yang diterapkan Khilafah telah mejamin distribusi barang dan jasa dengan hukum yang adil, sehingga tak ada satupun warga negara yang tidak mendapatkan bagian.
Jika masalah ideologis ini selesai, maka LGBT sebagai solusi Kapitalisme dalam mengatasi ledakan demografi jelas akan terkubur bersama para penganut dan pengikutnya. Tinggal masalah penyimpangan perilaku, baik karena faktor pendidikan maupun lingkungan, yang harus diselesaikan. Dalam konteks pendidikan, di dalam keluarga yang disinari dengan cahaya Islam, maka sejak dini anak sudah dididik dengan Islam, dan hukum-hukumnya.
Orang tua pun bertanggungjawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya. Rumah sebagai madrasah pertama bagi mereka benar-benar diwujudkan dengan sempurna. Itu meniscayakan pasangan suami-isteri menjadi orang-orang yang alim tentang Islam, mengerti hak dan kewajibannya, termasuk hak dan kewajiban anak-anaknya. Semuanya ditunaikan dengan sempurna. Dengan begitu, celah penyimpangan perilaku pada anak, sejak dini bisa dideteksi dengan mudah, dan diatasi. Sampai hal-hal yang detail, seperti berpakaian, tutur kata, cara berjalan dan sebagainya, semuanya bisa dibentuk sesuai dengan standar hukum Islam.
Lingkungan yang terbentuk dari keluarga, masyarakat dan negara yang menerapkan Islam jelas lingkungan yang sangat-sangat sehat. Tidak ada yang rusak, apalagi destruktif. Jika semuanya itu ada, maka penyimpangan sekecil apapun menjadi mudah diselesaikan. Karena, dalam kondisi seperti ini, terjadinya penyimpangan bisa dihitung dengan jari, dan sangat langka.
Ketika penyimpangan itu terjadi, Khilafah pun dengan tegas menghukum pelakunya. Karena, seluruh jalan dan celah sudah ditutup rapat, maka mereka yang menyimpang dalam kondisi seperti ini diaggap nekad.
Bagi lesbian dan gay, atau biseksual yang berpangan dengan sejenis, bisa dihukum dengan hukuman mati. Bisa dengan cara dijatuhkan dari bangunan tertinggi, atau dengan cara yang lain. Sedangkan bagi transgender, jika tidak sampai melakukan sodomi dengan sesama lelaki, atau dengan sesama perempuan, maka dia akan dikenai hukuman ta’zir.
Dengan cara seperti inilah, maka LGBT ini akan bisa diberantas hingga ke akar-akarnya. Pada saat yang sama, LGBT yang dijadikan pintu penjajah untuk melemahkan negara pun bisa ditutup rapat-rapat. Wallahu a’lam.
LGBT adalah singkatan dari lesbian, gey, biseks dan transgender. Lesbian adalah sebutan bagi perempuan yang mempunyai kecenderungan dan mencintai sesama perempuan. Gey adalah sebutan bagi laki-laki yang mempunyai kecenderungan dan mencintai sesama laki-laki. Bisek adalah sebutah bagi perempuan dan laki-laki yang mempunyai kecenderungan dan mencintai dua pasangan, sesama perempuan dan atau laki-laki. Sedangkan transgender adalah sebutan bagi perempuan atau laki-laki yang menampilkan diri dengan sosok yang berbeda dengan gendernya.
LGBT Bukan Fitrah
Dengan tegas Allah menyatakan, fitrah manusia diciptakan dengan dua jenis, laki [dzakar] dan perempuan [untsa] [Q.s. al-Hujurat: 13]. Allah pun memberikan kepada masing-masing syahwat kepada lawan jenisnya [Q.s. Ali ‘Imran: 14]. Karena itu, Allah menetapkan, bahwa mereka dijadikan hidup berpasangan dengan sesama manusia, pria dengan wanita. Tujuannya, agar nalurinya terpenuhi, sehingga hidupnya sakinah, mawaddah wa rahmah [QS. ar-Rum: 21]. Dari pasangan ini, kemudian lahir keturunan yang banyak, sehingga eksistensi manusia tidak punah [Q.s. an-Nisa’: 1].
Itulah mengapa Allah menjadikan perempuan sebagai ladang bagi pria, agar bisa ditanami, sehingga tumbuh subur dari rahimnya, dan melahirkan keturunan [Q.s. al-Baqarah: 223]. Itulah mengapa juga, Allah memerintahkan pria untuk menikahi wanita yang dicintainya [Q.s. an-Nisa’: 3]. Melarang berzina, apalagi menikah dengan sesama jenis. Karena itu, baik zina maupun sodomi, dan sejenisnya diharamkan dengan tegas. Pelakunya pun sama-sama dihukum dengan hukuman keras.
Itu artinya, LGBT ini bukan fitrah. Bukan takdir, bukan kudrat. Jika LGBT ini fitrah, takdir dan kudrat, tentu Allah tidak akan menghukum keras pelakunya. Jadi, LGBT ini adalah penyimpangan perilaku. Jika ada yang menyebut LGBT ini fitrah, kudrat atau takdir, maka sama saja dengan lancang menuduh Allah yang menciptakannya. Ini jelas tuduhan bohong, dan sikap kurang ajar kepada Allah SWT.
Akar Masalah dan Bahaya LGBT
Jika LGBT ini jelas bukan fitrah, tetapi penyimpangan, bahkan kemudian telah menjadi strategi negara penjajah untuk mempertahankan penjajahannya, lalu bagaimana cara mengatasinya?
Pertama, harus tahu akar masalahnya, mengapa ini ada? Kedua, bahayanya bagi individu, keluarga, masyarakat dan negara. Ketiga, baru bagaimana Khilafah menyelesaikannya?
Pertama, LGBT ini ada karena faktor ideologis. Ketika negara Barat, Kafir penjajah, mengadopsi teori TR Malthus, yang menyatakan, bahwa pertumbuhan jumlah penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan barang dan jasa mengikuti deret hitung. Selain jumlah pertambahan populasi dunia meningkat lebih cepat, kebutuhan manusia pun tak terbatas, sementara alat pemuasnya terbatas. Terlebih, di saat ekonomi tidak tumbuh. Untuk mengatasi itu, maka pertumbuhan penduduk di dunia harus dihentikan, atau setidaknya dikurangi, dengan menganjurkan LGBT. Reasoning-nya, kebutuhan seksualnya terpenuhi, tetapi tidak menambah populasi, karena dilampiaskan kepada sesama jenis.
Selain itu, juga faktor ketidakyakinan tentang rizki di tangan Allah. Tidak yakin, bahwa setiap yang melata di muka bumi sudah dijamin rizkinya oleh Allah SWT. Tidak yakin, bahwa rizki yang ada di tangan-Nya tidak pernah habis. Ditambah, ketimpangan distribusi barang dan jasa di tengah masyarakat, karena tidak diatur oleh sistem yang adil.
Kedua, LGBT bisa terjadi karena kesalahan pendidikan, baik di dalam maupun di luar rumah. Komunitas LGBT ini tidak sedikit yang diikuti orang Islam. Ini lebih disebabkan, karena kesalahan pendidikan, baik di dalam rumah, maupun di luar rumah.
Ketiga, LGBT juga bisa terjadi karena lingkungan, pergaulan, bacaan dan tontonan yang hadir di tengah-tengah masyarakat.
Ketiga faktor ini secara simultan menjadi pemicu lahir, tumbuh dan berkembangnya LGBT di dunia. Karena LGBT ini bukan fitrah, tetapi penyimpangan perilaku, maka LGBT ini justru membahayakan individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Bagi individu, perilaku menyimpang ini pasti membuatnya tidak tenang, apalagi bahagia. Bahkan, hidupnya selalu diliputi berbagai kecemasan dan kegelisahan, karena menyalahi fitrah. Ketakutan dan rasa khawatir akan kehilangan pasangan jauh lebih besar. Akibatnya, ketika ditinggalkan pasangannya, dendam dan tindakan nekat tak jarang dilakukan. Membunuh, mutilasi, menyodomi mayat, dan sebagainya adalah indikasi kerusakan mental penganut LGBT ini.
Mereka pun tak jarang terjangkiti virus HIV/AIDS, karena perilaku menyimpang mereka. Virus menular dan mematikan ini pun kemudian dibawa pulang, mengancam keluarga. Membuat keluarga menjadi tidak tenang, karena merasa was-was dan dalam ancaman virus menular dan mematikan ini. Selain itu, keberadaanya pun menjadi aib bagi keluarganya.
Bagi masyarakat dan negara, dengan mentalitas mereka yang lemah dan rusak, ditambah efek penyebaran virus LGBT secara massif, dengan dukungan individu, negara dan badan dunia, menyebabkan dampak kerusakan dan destruktifitasnya menjadi ancaman nyata bagi masyarakat dan negara. Bahkan, LGBT telah menjadi bagian dari penjajahan di dunia Islam itu sendiri.
Cara Khilafah Menyelesaikan LGBT
Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka penyelesaian LGBT ini harus menyeluruh dan sistemik. Negara Khilafah, sebagai negara Islam, yang menjadikan Islam sebagai ideologinya jelas tidak akan mentolelir LGBT. Faktor ideologis yang menjadi sebab lahirnya LGBT pun jelas tidak ada. Negara Khilafah, dengan akidah Islamnya, jelas memandang bonus demografi sebagai berkah dan kekuatan tersendiri.
Karena, Negara Khilafah dan rakyatnya meyakini, rizki di tangan Allah tidak terbatas [Q.s. an-Nahl: 96]. Allah pun telah menjamin rizki setiap makhluknya, hatta hewan melata yang tidak berakal, semuanya dijamin rizkinya [Q.s. Hud: 6]. Ini adalah janji Allah, dan janji-Nya pasti [Q.s. ad-Dzariyat: 23]. Selain itu, Islam yang diterapkan Khilafah telah mejamin distribusi barang dan jasa dengan hukum yang adil, sehingga tak ada satupun warga negara yang tidak mendapatkan bagian.
Jika masalah ideologis ini selesai, maka LGBT sebagai solusi Kapitalisme dalam mengatasi ledakan demografi jelas akan terkubur bersama para penganut dan pengikutnya. Tinggal masalah penyimpangan perilaku, baik karena faktor pendidikan maupun lingkungan, yang harus diselesaikan. Dalam konteks pendidikan, di dalam keluarga yang disinari dengan cahaya Islam, maka sejak dini anak sudah dididik dengan Islam, dan hukum-hukumnya.
Orang tua pun bertanggungjawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya. Rumah sebagai madrasah pertama bagi mereka benar-benar diwujudkan dengan sempurna. Itu meniscayakan pasangan suami-isteri menjadi orang-orang yang alim tentang Islam, mengerti hak dan kewajibannya, termasuk hak dan kewajiban anak-anaknya. Semuanya ditunaikan dengan sempurna. Dengan begitu, celah penyimpangan perilaku pada anak, sejak dini bisa dideteksi dengan mudah, dan diatasi. Sampai hal-hal yang detail, seperti berpakaian, tutur kata, cara berjalan dan sebagainya, semuanya bisa dibentuk sesuai dengan standar hukum Islam.
Lingkungan yang terbentuk dari keluarga, masyarakat dan negara yang menerapkan Islam jelas lingkungan yang sangat-sangat sehat. Tidak ada yang rusak, apalagi destruktif. Jika semuanya itu ada, maka penyimpangan sekecil apapun menjadi mudah diselesaikan. Karena, dalam kondisi seperti ini, terjadinya penyimpangan bisa dihitung dengan jari, dan sangat langka.
Ketika penyimpangan itu terjadi, Khilafah pun dengan tegas menghukum pelakunya. Karena, seluruh jalan dan celah sudah ditutup rapat, maka mereka yang menyimpang dalam kondisi seperti ini diaggap nekad.
Bagi lesbian dan gay, atau biseksual yang berpangan dengan sejenis, bisa dihukum dengan hukuman mati. Bisa dengan cara dijatuhkan dari bangunan tertinggi, atau dengan cara yang lain. Sedangkan bagi transgender, jika tidak sampai melakukan sodomi dengan sesama lelaki, atau dengan sesama perempuan, maka dia akan dikenai hukuman ta’zir.
Dengan cara seperti inilah, maka LGBT ini akan bisa diberantas hingga ke akar-akarnya. Pada saat yang sama, LGBT yang dijadikan pintu penjajah untuk melemahkan negara pun bisa ditutup rapat-rapat. Wallahu a’lam.
Comments
Post a Comment